Basuki pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI dari
2012-2014 mendampingi Joko Widodo sebagai Gubernur. Sebelumnya Basuki merupakan
anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar
namun mengundurkan diri pada 2012 setelah mencalonkan diri sebagai wakil
gubernur DKI Jakarta untuk Pemilukada 2012.[5] Dia pernah pula menjabat sebagai
Bupati Belitung Timur periode 2005-2006. Ia merupakan etnis Tionghoa pertama
yang menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur, yang populer sebutan masyarakat
setempat dengan singkatan Kabupaten Beltim.
Pada tahun 2012, ia mencalonkan diri sebagai wakil gubernur
DKI berpasangan dengan Joko Widodo, wali kota Solo. Basuki juga merupakan kakak
kandung dari Basuri Tjahaja Purnama, Bupati Kabupaten Belitung Timur (Beltim)
periode 2010-2015. Dalam pemilihan gubernur Jakarta 2012, mereka memenangkan
pemilu dengan presentase 53,82% suara. Pasangan ini dicalonkan oleh Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya
(Gerindra). Pada 10 September 2014, Basuki memutuskan keluar dari Gerindra
karena perbedaan pendapat pada RUU Pilkada. Partai Gerindra mendukung RUU
Pilkada sedangkan Basuki dan beberapa kepala daerah lain memilih untuk menolak
RUU Pilkada karena terkesan "membunuh" demokrasi di Indonesia. Basuki
melanjutkan jabatannya sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta tanpa
dukungan partai (independen)[6] hingga pun dirinya dilantik sebagai Gubernur
DKI pada 19 November 2014.
Pada tanggal 1 Juni 2014, karena Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo mengambil cuti panjang untuk menjadi calon presiden dalam Pemilihan umum
Presiden Indonesia 2014, Basuki Tjahaja Purnama resmi menjadi Pelaksana Tugas
Gubernur DKI Jakarta. Setelah terpilih pada Pilpres 2014, tanggal 16 Oktober
2014 Joko Widodo resmi mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Secara
otomatis, Basuki menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta[7].
Latar belakang dan keluarga
Basuki adalah putra pertama dari Alm. Indra Tjahaja Purnama
(Tjoeng Kiem Nam) dan Buniarti Ningsing (Boen Nen Tjauw).[1] Ia lahir di
Belitung Timur, Bangka Belitung pada tanggal 29 Juni 1966.[8][1] Basuki
memiliki tiga orang adik, yaitu Basuri Tjahaja Purnama (dokter PNS dan Bupati
di Kabupaten Belitung Timur), Fifi Lety (praktisi hukum), Harry Basuki
(praktisi dan konsultan bidang pariwisata dan perhotelan). Keluarganya adalah
keturunan Tionghoa-Indonesia dari suku Hakka (Kejia).
Masa kecil Basuki lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung,
Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, hingga selesai menamatkan
pendidikan sekolah menengah tingkat pertama.[1] Setamat dari sekolah menengah
pertama, ia melanjutkan sekolahnya di Jakarta.[1] Di Jakarta, Basuki menimba
ilmu di Universitas Trisakti dengan jurusan Teknik Geologi di Fakultas Teknik
Mineral.[1] Selama menempuh pendidikan di Jakarta, Ahok diurus oleh seorang
wanita Bugis beragama Islam yang bernama Misribu Andi Baso Amier binti Acca.[9]
Setelah lulus dengan gelar Insinyur Geologi, Basuki kembali ke Belitung dan
mendirikan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah
pada tahun 1989.[1]
Basuki menikah dengan Veronica, kelahiran Medan, Sumatera
Utara, dan dikaruniai 3 orang putra-putri bernama Nicholas Sean Purnama,
Nathania, dan Daud Albeenner.
Nama panggilan "Ahok" berasal dari ayahnya.[1]
Mendiang Indra Tjahja Purnama ingin Basuki menjadi seseorang yang sukses dan
memberikan panggilan khusus baginya, yakni "Banhok". Kata
"Ban" sendiri berarti puluhan ribu, sementara "Hok"
memiliki arti belajar.[1] Bila digabungkan, keduanya bermakna "tidak
pernah berhenti belajar."[1] Lama kelamaan, panggilan Banhok berubah
menjadi Ahok.[1]
Pendidikan
Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah atas, Basuki melanjutkan studinya di jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Trisakti dan mendapatkan gelar Insinyur pada tahun 1990. Basuki menyelesaikan pendidikan magister pada Tahun 1994 dengan gelar Master Manajemen di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya.
Karier bisnis
Pada tahun 1992 Basuki mengawali kiprahnya di dunia bisnis
sebagai Direktur PT Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik
Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995.[11] Pada tahun 1995, Basuki memutuskan
berhenti bekerja di PT Simaxindo Primadaya.[11] Ia kemudian mendirikan pabrik
di Dusun Burung Mandi, Desa Mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur.[11]
Pabrik pengolahan pasir kuarsa tersebut adalah yang pertama dibangun di Pulau
Belitung, dan memanfaatkan teknologi Amerika dan Jerman.[11] Lokasi pembangunan
pabrik ini adalah cikal bakal tumbuhnya kawasan industri dan pelabuhan samudra,
dengan nama Kawasan Industri Air Kelik (KIAK).
Pada akhir tahun 2004, seorang investor Korea berhasil
diyakinkan untuk membangun Tin Smelter (pengolahan dan pemurnian bijih timah)
di KIAK.[11] Investor asing tersebut tertarik dengan konsep yang disepakati
untuk menyediakan fasilitas komplek pabrik maupun pergudangan lengkap dengan
pelabuhan bertaraf internasional di KIAK.
Kiprah politik
Pada tahun 2004 Basuki terjun ke dunia politik dan bergabung
di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB) sebagai ketua
DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri
sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung
Timur periode 2004-2009. Partai PIB adalah partai politik yang didirikan oleh
Alm. Sjahrir.
Bupati Belitung Timur
Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung
Timur Tahun 2005, Basuki berpasangan dengan Khairul Effendi, B.Sc. dari Partai
Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) ikut sebagai calon Bupati-Wakil Bupati
Belitung Timur periode 2005-2010. Dengan mengantongi suara 37,13 persen
pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur
definitif pertama. Pasangan Basuki-Khairul ini unggul di Kabupaten Belitung
Timur yang menjadi lumbung suara Partai Bulan Bintang (PBB) pada pemilu
legislatif tahun 2004 lalu. Basuki kemudian mengajukan pengunduran dirinya pada
11 Desember 2006 untuk maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Pada 22 Desember
2006, ia resmi menyerahkan jabatannya kepada wakilnya, Khairul Effendi.
Keputusan mundur dan mewariskan posisi kepada wakil bupati
ini di kemudian hari menjadi masalah karena Khairul Effendi memberikan
testimoni kekecewaannya kepada Basuki karena meninggalkan janji politik atas
Belitung Timur tanpa menyelesaikannya
Pemilihan Gubernur Bangka Belitung 2007
Di pilkada Gubernur Babel tahun 2007, Basuki mengambil
bagian menjadi kandidat calon Gubernur. Presiden RI Ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) mendukung Basuki untuk menjadi Gubernur Bangka Belitung dan ikut
berkampanye untuknya. Gus Dur menyatakan bahwa "Ahok sudah melaksanakan
program terbaik ketika memimpin Kabupaten Belitung Timur dengan membebaskan
biaya kesehatan kepada seluruh warganya". Namun dalam pemilihan tersebut ia
dikalahkan oleh rivalnya, Eko Maulana Ali.
Pada 2008, ia menulis buku biografi berjudul "Merubah
Indonesia".
Anggota DPR RI 2009-2014
Pada tahun 2009, Basuki mencalonkan diri dan terpilih
menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan Bangka Belitung mewakili Partai
Golongan Karya. Ia sukses meraup 119.232 suara[14] dan duduk di Komisi II[15].
Pada tahun 2011, ia membuat kontroversi setelah menyuarakan laporan dan keluhan
masyarakat Bangka Belitung yang ditemuinya secara pribadi dalam masa reses.
Laporan ini mengenai bahaya pencemaran lingkungan yang ditimbulkan kapal hisap
dalam eksploitasi timah. Basuki dianggap menghina pengusaha dari Belitung dan
dilaporkan ke Badan Kehormatan DPR oleh Front Pemuda Bangka Belitung (FPB). Ia
menyayangkan aksi pelaporan ini karena tidak substansial dengan masalah yang ia
bicarakan, yaitu pencemaran lingkungan.
Pada tahun 2010, ia telah menyuarakan pentingnya laporan
kekayaan dan pembuktian terbalik bagi calon kepala daerah yang akan mengikuti
proses pilkada.
Wakil Gubernur DKI Jakarta
Basuki sesungguhnya telah berniat mencalonkan diri sebagai
Gubernur DKI Jakarta sejak tahun 2011 melalui jalur independen. Ia sempat
berusaha mengumpulkan fotocopy kartu tanda penduduk (KTP) untuk bisa memenuhi
persyaratan maju menjadi calon independen. Namun pada awal tahun 2012, ia
mengaku pesimistis akan memenuhi syarat dukungan dan berpikir untuk menggunakan
jalur melalui partai politik.
Pada akhirnya Basuki mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur
DKI Jakarta berpasangan dengan Joko Widodo dalam Pemilihan umum Gubernur DKI
Jakarta 2012. Pasangan Jokowi-Basuki ini mendapat 1.847.157 (42,60%) suara pada
putaran pertama, dan 2.472.130 (53,82%) suara pada putaran kedua, mengalahkan
pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli.
Gubernur DKI Jakarta
Sebagai Pelaksana Tugas Gubernur
Selama kampanye Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014, Jokowi meletakkan posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Untuk mengisi posisi ini, Basuki mengisi posisi Pejabat (Plt) Gubernur hingga akhirnya Jokowi dilantik sebagai Presiden RI, yang mengharuskannya mundur dan Basuki resmi diangkat sebagai Gubernur sesuai Perpu Pilkada No 1 tahun 2014 pada tanggal 14 November 2014[21] Pada pemilihan presiden tersebut, walaupun Ahok adalah Plt Gubernur dari Jokowi, namun ia mendukung Prabowo Subianto yang merupakan calon presiden lawan dari Jokowi.[22] Bahkan, jika Prabowo menang dalam pemilihan tersebut, Ahok dijanjikan akan dijadikan Menteri Dalam Negeri Indonesia agar dia dapat melakukan reformasi anggaran di semua pemerintah daerah yang ada di seluruh Indonesia.
Selama menjadi Plt Gubernur, ia mewajibkan Gerakan Pungut
Sampah Setiap Jumat Pagi, yang meminta 72 ribu PNS DKI di lingkungan Pemprov
DKI, anak-anak sekolah di Jakarta, serta pegawai BUMD DKI untuk memungut sampah
pada waktu yang ditentukan. Kebijakan ini rencananya bakal tertuang dalam
Instruksi Gubernur. [24] Ia juga mengubah sikapnya yang dengan keras menolak
pemberian uang kerahiman bagi penyerobot lahan negara yang dulunya diatur dalam
SK Gubernur yang telah dicabut, menjadi akan memberikan pemberian uang
kerahiman sesuai dengan Perda yang akan diterbitkan. Basuki beralasan pemberian
uang kerahiman akan mempermudah proses pemindahan penghuni lahan ilegal ke tempat
yang lebih layak.[25] Uang ini diberikan dengan syarat hanya bagi warga yang
telah lama menghuni. Besar uang kerahiman ini adalah 25 persen dari NJOP.
Sebagai Gubernur
Pada 14 November 2014, DPRD DKI Jakarta mengumumkan Basuki
sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang telah menjadi
Presiden Republik Indonesia.[27] Setelah pengumuman ini, DPRD DKI Jakarta
mengirimkan surat ke Kementerian Dalam Negeri agar Basuki dilantik menjadi
Gubernur.[27] Pengumuman ini dilakukan setelah sebelumnya mendapatkan berbagai
tentangan, antara lain dari FPI[28] dan sebagian anggota DPRD DKI Jakarta dari
partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih.[29] Front Pembela Islam
menolak pengakatan Basuki dengan tiga dasar: (1) Basuki tidak beragama Islam,
(2) perilaku Basuki dianggap arogan, kasar, dan tidak bermoral, (3) penolakan
umat Islam Jakarta terhadap kepemimpinan Ahok.
Penolakan FPI terhadap Basuki telah berlangsung selama
beberapa bulan dan berujung pada bentrokan yang terjadi pada tanggal 3 Oktober
2014.[30] Saat itu, 200 orang massa FPI bentrok dengan petugas kepolisian di
depan gedung Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta
Pusat.[30] Massa FPI melempar batu seukuran kepalan tangan ke arah polisi yang
berjaga di sana, akibatnya 16 polisi terluka—dua di antaranya memar di bagian
kepala dan dilarikan ke rumah sakit—dan empat pegawai DKI terkena lemparan
batu.[31][30] Massa FPI juga masuk ke dalam gedung DPRD dan mendorong barisan
Polisi yang dalam kondisi tidak siap dan tidak menggunakan peralatannya.[30]
Setelah berhasil dihalau oleh petugas kepolisian, massa FPI pindah ke depan
Balai Kota di Jalan Merdeka Selatan.
Menanggapi demonstrasi yang diwarnai aksi pelemparan batu
tersebut, Basuki mengirimkan surat rekomendasi pembubaran FPI kepada
Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Dalam Negeri RI.[32] [33] Basuki
meminta kepada kepolisian untuk menemukan dalang intelektual yang membuat massa
bertindak anarkistis dalam unjuk rasa 3 Oktober 2014 tersebut.[33] Basuki
berpendapatan bahwa meskipiun berorganisasi merupakan hak setiap warga negara,
FPI menyalahi undang-undang dengan berlaku anarkistis saat berdemonstrasi.[33]
Basuki memperkirakan bahwa aksi anarkistis tersebut direncanakan sebab
ditemukan batu dan kotoran sapi yang sulit ditemui di tempat kejadian.[33] Di
pihak lain, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Muhamad Taufik memandang unjuk rasa
yang berakhir ricuh terjadi karena kesalahan Basuki yang menjadi akar
permasalahan utama kekesalan FPI.
Penolakan juga datang dari anggota DPRD DKI dari Koalisi
Merah Putih.[29] Beberapa anggota DPRD DKI dari KMP, yaitu Muhamad Taufik dari
fraksi Gerindra, Lulung Lunggana dari fraksi PPP, Nasrullah dari fraksi PKS,
dan Maman Firmansyah dari fraksi PPP, bahkan turut serta turun ke jalan dan
berorasi bersama FPI dan meneriakkan seruan untuk melengserkan Ahok, meskipun
beberapa hari sebelumnya FPI melakukan tindakan kekerasan terhadap anggota
Kepolisian Republik Indonesia.[34] Puncaknya, seluruh anggota DPRD DKI Jakarta dari
Koalisi Merah Putih tidak menghadiri rapat paripurna istimewa DPRD tentang
pengumuman Basuki sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 14 November 2014.[29].
Basuki akhirnya resmi dilantik sebagai Gubernur DKI oleh Presiden Jokowi pada
19 November 2014 di Istana Negara.
Penghargaan
Basuki memperoleh penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi
dari unsur penyelenggara negara dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri
dari Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara, pada tanggal 1 Februari 2007. Ia dinilai berhasil
menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah, antara lain dengan
tindakannya mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan
rakyat, yaitu untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis
bagi masyarakat Belitung Timur. Ia juga terpilih menjadi salah seorang dari 10
tokoh yang mengubah Indonesia, yang dipilih oleh Tempo.
Basuki kembali mendapat penghargaan anti korupsi dari Bung
Hatta Anti Corruption Award, yang diterimanya pada tanggal 16 Oktober 2013. Ia
mendapat penghargaan ini karena usahanya membuka laporan mata anggaran DKI
Jakarta untuk dikaji ulang.
Anugerah Seputar Indonesia (ASI) 2013 memberikannya gelar
Tokoh Kontroversial.
Penghargaan
Basuki memperoleh penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi
dari unsur penyelenggara negara dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri
dari Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara, pada tanggal 1 Februari 2007. Ia dinilai berhasil
menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah, antara lain dengan
tindakannya mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat,
yaitu untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi
masyarakat Belitung Timur. Ia juga terpilih menjadi salah seorang dari 10 tokoh
yang mengubah Indonesia, yang dipilih oleh Tempo.
Basuki kembali mendapat penghargaan anti korupsi dari Bung
Hatta Anti Corruption Award, yang diterimanya pada tanggal 16 Oktober 2013. Ia
mendapat penghargaan ini karena usahanya membuka laporan mata anggaran DKI
Jakarta untuk dikaji ulang.
Anugerah Seputar Indonesia (ASI) 2013 memberikannya gelar
Tokoh Kontroversial.
Kontroversi
Kasus proyek dermaga
Pada bulan April 2009, media memberitakan pemeriksaan Basuki
oleh polisi setelah Pemilu untuk kasus proyek dermaga atau Pelabuhan ASDP di
Kecamatan Manggar yang diduga bermasalah. Namun polisi menyatakan tidak ingin
pemeriksaan ini berakhir dengan pembunuhan karakter oleh media massa. [36]
Basuki mengeluarkan bantahan resmi melalui kuasa hukumnya dengan menyatakan
bahwa pemerintah daerah hanya bertanggung jawab menyediakan lahan, bukan
melaksanakan proyek tersebut. Keterangan Palsu Pada Akta Otentik dan Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang diperkarakan ternyata terjadi pada tahun 2007,
setelah ia tak lagi menjabat. Basuki menyatakan bahwa ia hanya dipanggil
menjadi saksi, bukan tersangka.
No comments:
Post a Comment